Ketika LSM Menyimpang: Dari Pengawal Kepentingan Publik ke Premanisme Berkedok Aktivisme

oleh -17 Dilihat
oleh
banner 468x60

Opini: Ketika LSM Menyimpang: Dari Pengawal Kepentingan Publik ke Premanisme Berkedok Aktivisme

banner 336x280

Oleh: Mochammad Amannullah Asyraf

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sejatinya adalah elemen penting dalam demokrasi. Mereka hadir sebagai pengawas independen, pengawal hak-hak rakyat, serta mitra kritis pemerintah dan korporasi. Namun dalam beberapa tahun terakhir, wajah ideal ini mulai ternoda oleh perilaku segelintir oknum LSM yang menyalahgunakan atribut dan legitimasi lembaganya demi kepentingan pribadi—bahkan tak segan melibatkan tindakan intimidatif dan pemerasan. Fenomena ini layak disebut sebagai premanisme berlabel LSM.

Peralihan fungsi ini memang tidak terjadi secara eksplisit. Tidak ada deklarasi bahwa LSM A atau B kini berubah haluan menjadi kelompok penekan ilegal. Namun praktik di lapangan berbicara lain. Dengan mengatasnamakan “kontrol sosial”, ada LSM yang melakukan aksi sweeping, mengancam pelaku usaha, atau bahkan memeras institusi publik dengan dalih pelanggaran aturan yang kerap tidak berdasar.

Ironisnya, semua ini dilakukan atas nama “aktivisme”. Mereka menyebarkan narasi bahwa yang mereka lakukan adalah demi rakyat, padahal kenyataannya mereka menjual pengaruh demi keuntungan ekonomi pribadi. Laporan investigatif dari berbagai daerah bahkan menunjukkan bagaimana oknum LSM menjadikan pelaporan ke aparat sebagai senjata untuk menakut-nakuti target, kemudian menawarkan “jalan damai” dengan imbalan tertentu. Ini bukan lagi kontrol sosial—ini pemalakan terselubung.

Pergeseran ini tidak hanya mencoreng nama baik LSM yang sesungguhnya berjuang untuk keadilan, tetapi juga menciptakan kekacauan dalam hubungan antara masyarakat sipil, pengusaha, dan pemerintah. Ketika LSM tak lagi dipercaya, suara rakyat pun kehilangan wadah. Ketika pengawasan sipil berubah menjadi intimidasi, maka demokrasi kita pun terancam.

Pemerintah dan masyarakat perlu segera merespons. Pertama, dengan melakukan verifikasi dan sertifikasi ulang terhadap keberadaan LSM, termasuk sumber dana dan legalitas kegiatannya. Kedua, membuka ruang pelaporan yang aman bagi pihak-pihak yang merasa menjadi korban intimidasi atas nama LSM. Ketiga, mendorong LSM yang kredibel untuk lebih vokal membersihkan nama baik sektor ini.

LSM bukan musuh negara—sebaliknya, mereka adalah pilar penting dalam menjaga keseimbangan kekuasaan. Namun ketika segelintir pihak mulai menyimpang dari misi sosialnya dan menjelma menjadi “preman demokratis”, maka kita semua harus bersuara. Demokrasi bukan ruang untuk intimidasi, apalagi pemerasan.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.